Gagasan dan Cita-Cita
Apakah gagasan dan cita-cita para pendiri Pondok Modern Darussalam
Gontor Ponorogo sehingga mempunyai tekad yang begitu besar? Cita-citanya
terutama adalah rasa tanggung jawab memajukan ummat Islam dalan mencari
ridha Allah. Tempat yang dipilih untuk mewujudkan cita-cita itu adalah
Pondok Pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam yang pernah berjaya
pada masa nenek moyang mereka tatapi pada saat itu telah mati.
Pendidikan pondok pesantren adalah model pendidikan Islam yang banyak
dipakai dan berlaku di beberapa negara Islam. Namun, di negara-negara
itu pendidikan Islam telah banyak mengalami kemajuan dan perkembangan,
sedangkan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia karena situasi
penjajahan dan lain-lain belum mampu berkembang pesat sebagaimana
lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara Islam lainnya. Karena itu
pengembangan pondok pesantren di Indonesia perlu mengambil kaca
perbandingan dari lembaga-lembaga Islam di luar negeri yang serupa
dengan sistem pendidikan pesantren.
Gontor sebagai Sintesa Al-Azhar, Syanggit, Aligarh dan Santiniketan
Para Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, pada awal pembangunan
Pondok Gontor Baru telah mengkaji berbagai lembaga pendidikan terkenal
dan maju di luar negeri, khususnya yang sesuai dengan sistem pondok
pesantren. Di Mesir terdapat Universitas al-Azhar yang terkenal dengan
keabadiannya. Al-azhar bermula dari sebuah masjid yang didirikan oleh
Penguasa Mesir dari Daulah Fatimiyyah. Universitas ini telah hidup
ratusan tahun dan telah memiliki harta wakaf yang mampu memberi beasiswa
kepada siswa dari seluruh dunia. Di Mauritania terdapat Pondok
Syanggit. Lembaga pendidikan ini harum namanya berkat kedermawanan dan
keikhlasan para pengasuhnya. Syanggit adalah lembaga pendidikan yang
dikelola dengan jiwa keikhlasan; para pengasuh mendidik murid-murid
siang-malam serta menanggung seluruh kebutuhan santri. Di India terdapat
Universitas Muslim Aligarh, sebuah lembaga pendidikan modern yang
membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta
memjadi pelopor revival of Islam. Di India juga terdapat perguruan
Santiniketan, didirikan oleh Rabindranath Tagore, seorang filosuf Hindu.
Perguruan yang dikenal dengan kedamaiannya ini berlokasi di kawasan
hutan, serba sederhana dan telah mampu mengajar dunia.
Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri Pondok
Modern Darussalam Gontor, karena itu mereka hendak mendirikan lembaga
pendidikan yang merupakan sintesa dari empat lembaga di atas.
Bermula dari Kongres Umat Islam
Selain itu, gagasan untuk membangun Gontor Baru dan gambaran tentang
bentuk pendidikan dan lulusannya diilhami oleh peristiwa dalam Konggres
Ummat Islam Indonesia di Surabaya pada pertengahan tahun 1926. Kongres
itu dihadiri oleh tokoh-tokoh ummat Islam Indonesia, misalnya
H.O.S.Cokroaminoto, Kyai Mas Mansur, H. Agus Salim, AM. Sangaji, Usman
Amin, dan lain-lain.
Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa ummat Islam Indonesia akan
mengutus wakilnya ke Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan
di Makkah. Tetapi timbul masalah tentang siapa yang akan menjadi utusan.
Padahal utusan yang akan dikirim ke Muktamar tersebut harus mahir
sekurang-kurangnnya dalam bahasa Arab dan Inggris. Dari peserta kongres
tersebut tak seorang pun yang menguasai dua bahasa tersebut dengan baik.
Akhirnya dipilih dua orang utusan, yaitu H.O.S. Cokroaminoto yang mahir
berbahasa Inggris dan K.H. Mas Mansur yang menguasai bahasa Arab.
Peristiwa ini mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai peserta konggres
tersebut akan perlunya mencetak tokoh-tokoh yang memiliki kriteria di
atas .
Kesan-kesan Kyai Ahmad Sahal dari kongres itu menjadi topik pembicaraan
dan merupakan masukan pemikiran yang sangat berharga bagi bentuk dan
ciri lembaga yang akan dibina di kemudian hari .
Selain itu, situasi masyarakat dan lembaga pendidikan di tanah air saat
itu juga mengilhami timbulnya ide-ide mereka. Banyak sekolah yang
dibina oleh zending-zending Kristen yang berasal dari Barat mengalami
kemajuan yang sangat pesat; guru-guru yang pandai dan cakap dalam
penguasaan materi dan metodologi pengajaran serta penguasaan ilmu jiwa
dan ilmu kemasyarakatan. Sementara itu, lembaga pendidikan Islam belum
mampu menyamai kemajuan mereka. Diantara sebab ketidakmampuan itu adalah
kurangnya pendidikan Islam yang dapat mencetak guru-guru Muslim yang
cakap, berilmu luas dan ikhlas dalam bekerja serta memiliki tanggung
jawab untuk memajukan masyarakat
Dari sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada saat itu
sangat timpang, satu lembaga pendidikan memberikan pelajaran umum saja
dan mengabaikan pelajaran-pelajaran agama, lembaga-lembaga pendidikan
lain hanya mengajarkan ilmu agama dan mengesampingkan pelajaran umum.
Padahal keduanya adalah ilmu Islam dan sangat diperlukan oleh ummat
Islam. Maka pondok pesantren yang akan dikembangkan itu harus
memperhatikan hal ini .
Situasi sosial dan politik bangsa Indonesia berpengaruh pula pada
pendidikan; banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh partai-partai
dan golongan-golongan politik. Dalam lembaga pemdidikan itu ditanamkan
pelajaran tentang partai atau golongan. Sehingga timbul fanatisme
golongan. Sedangkan para pemimpinnya terpecah karena masuknya
benih-benih perpecahan yang disebarkan oleh penjajah. Maka lembaga
pendidikan itu harus dibebaskan dari kepentingan golongan atau partai
politik tertentu, dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”.
Tidak dapat disangkal bahwa ummat Islam Indonesia, juga ummat Islam di
seluruh dunia, terbagi ke dalam berbagai suku, bangsa, negara, dan
bahasa; mereka juga terbagi ke dalam aliran-aliran paham agama; mereka
juga terbagi-bagi ke dalam kelompok-kelompok organisasi dan gerakan baik
dalam bidang politik, sosial, dakwah, ekonomi, maupun yang lain.
Kenyataan ini menunjukkan adanya faktor pengkategori yang beragam.
Tetapi, harus tetap disadari bahwa kategori-kategori tersebut tidak
bersifat mutlak. Karena itu, semua dasar klasifikasi tersebut tidak
boleh dijadikan dasar pengkotak-kotakan ummat yang menjurus kepada
timbulnya pertentangan dan perpecahan di antara mereka. Maka lembaga
pendidikan harus berusaha menanamkan kesadaran mengenai hal ini, serta
mengajarkan bahwa faktor pengkategori yang sebenarnya adalah Islam itu
sendiri; ummat Islam seluruhnya adalah bersaudara dalam satu ukhuwwah
diniyyah.
Bangsa ini terus berkembang dan semua itu menjadi perhatian,
pengamatan, dan pemikiran para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor.
Secara bertahap sistem pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor
berjalan dengan berbagai percobaan pengembangan dari waktu ke waktu.
Ketiga pendiri yang memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda itu
saling mengisi dan melengkapi, sehingga Balai Pendidikan Pondok Modern
Darussalam Gontor menjadi seperti sekarang ini.
Namun semua yang ada saat ini belum mencerminkan seluruh gagasan dan
cita-cita para pendiri Gontor. Karena itu adalah tugas generasi penerus
untuk memelihara, mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan ini
demi tercapainya cita-cita para pendirinya.
0 Response to "Gagasan Dan Cita Cita"
Posting Komentar